Pegunungan Meratus merupakan kawasan hutan alami yang tersisa di Propinsi Kalimantan selatan, terbentang dari arah tenggara sampai Utara yang berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur. Daerah ini berupa daerah yang berbukit-bukit dengan berbagai formasi ekosistem, sebagian besar kawasannya masih ditutupi oleh hutan, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang didominasi oleh hutan Dipterocarpaceae dan hutan hujan pegunungan. Secara administratif, kawasan ini mencakup 10 dari 13 Kabupaten di Propinsi Kalimantan Selatan, yaitu: Kabupaten Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kota Baru, sebagian yang lain termasuk wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Semua wilayah adminsitratif tersebut sangat bergantung kepada kondisi kesehatan kawasan pegunungan Meratus, diantaranya sebagai daerah tangkapan air yang vital untuk pertanian, industri, sumber energi, sumber air minum dan kebutuhan domestik lainnya.
Pegunungan Meratus juga menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang sangat menarik. Salah satu potensi keanekaragaman hayati yang menarik adalah Burung. Dalam sebuah survey (Meratus Expedition 2005) yang dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari perwakilan YCHI, BICONS serta masyarakat lokal (dari PIM, Malaris - Loksado), dengan tajuk Mountain Meratus Conservation Management (MMCM), dijumpai sedikitnya 316 jenis burung dari 47 suku. Namun 316 jenis ini masih belum menggambaran secara keseluruhan keanekaan jenis burung di kawasan Pegunungan Meratus, oleh karena cakupan wilayah survey yang tidak terlalu luas serta survey dilakukan pada satu musim saja dan belum pada musim migrasi burung.
Lima suku yang paling sering dijumpai di daerah ini, antara lain: Muscicapidae (Burung sikatan) sebanyak 24 jenis ,Timaliidae (Burung pengoceh) sebanyak 24 jenis, Pycnonotidae (Burung cucak) sebanyak 23 jenis, Nectariniidae (Burung madu dan Pijantung) sebanyak 18 jenis dan Accipitridae (Burunf Elang) sebanyak 17 jenis. Dan yang menarik adalah lima dari jenis dari suku Muscicapidae merupakan jenis migran, yaitu Sikatan kerongkongan – merah Ficedula parva, Sikatan emas Ficedula zanthopygia, Sikatan bubik Muscicapa dauurica, Sikatan burik Muscicapa griseisticta dan Sikatan sisi-gelap Muscicapa sibirica.
Survey (Meratus Expedition) yang dilaksanakan dalam dua tahap yaitu pada bulan Mei dan bulan Agustus, menjumpai 18 jenis burung migran pada expedisi pertama (bulan Mei), diantaranya Trinil ekor-kelabu Tringa brevipes, Kecici siberia Locustella ochotensis dan Elang-alap cina Accipiter soloensis dan pada expedisi kedua dijumpai sebanyak 11 jenis diantaranya Elang Tiram Pandion haliaetus, Elang Paria Milvus migrans dan Kecici lurik Locustella lanceolata, jumlah keseluruhan jenis burung migran yang dijumpai sebanyak 25 jenis.
Selain banyaknya jenis burung migran yang terlihat, 29 jenis burung (dari 316 jenis burung yang dijumpai) masuk dalam kategori IUCN dengan status Endangered (Betet-Kelapa Filipina Tanygnathus lucionensis, Bangau Storm Ciconia stormi), Vulnerable (Elang Wallace Spizaetus nanus, Sempidan Kalimantan Lophura bulweri, Pergam kelabu Ducula pickeringii, Julang dompet Aceros subruficollis, Cucak rawa Pycnonotus zeylanicus, Pelanduk Kalimantan Malacocincla perspicillata dan Tepus dada putih Stachyris grammiceps) dan 20 jenis dengan status Near-Threatened, disamping itu dua puluh sembilan jenis masuk dalam daftar CITES Appendix II.
Jenis burung yang ditemui juga banyak jenis yang dilindungi oleh perundangan Nasional (UU No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 tahun 1999). Dari 316 jenis, 72 jenis diantaranya merupakan jenis yang dilindungi, antara lain Alap-alap Dahi-Putih Microhierax latiforns, Paok Kepala-Biru Pitta baudii dan Enggang Klihingan Anorrhinus galeritus. Jenis burung Endemik Kalimantan, juga banyak ditemui, 25 jenis burung di jumpai pada dua kali survey, antara lain Luntur Whitehead Harpactes whiteheadi dan Buntut-Tumpul Kalimantan Urosphena whiteheadi.
Sangat disayangkan bahwa keberadaan burung-burung di kawasan ini berada di bawah ancaman sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Mengapa? Daerah-daerah tempat habitat burung yang menyukai tutupan hutan lebat dan sering beraktivitas di lantai hutan kini mulai hilang dikarenakan konversi lahan, fragmentasi dan alterasi habitat akibat dari kebijakan yang tidak pro lingkungan dan lemahnya penegakan hukum. Pemberian ijin konsesi perkebunan skala besar, penambangan dan HPH semakin meningkat di daerah ini. Bahkan, lokasi konsesi tidak jarang berada dalam kawasan lindung dan kawasan (hak ulayat) masyarakat adat Dayak Meratus. Apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita hanya berdiam diri?
Pegunungan Meratus juga menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang sangat menarik. Salah satu potensi keanekaragaman hayati yang menarik adalah Burung. Dalam sebuah survey (Meratus Expedition 2005) yang dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari perwakilan YCHI, BICONS serta masyarakat lokal (dari PIM, Malaris - Loksado), dengan tajuk Mountain Meratus Conservation Management (MMCM), dijumpai sedikitnya 316 jenis burung dari 47 suku. Namun 316 jenis ini masih belum menggambaran secara keseluruhan keanekaan jenis burung di kawasan Pegunungan Meratus, oleh karena cakupan wilayah survey yang tidak terlalu luas serta survey dilakukan pada satu musim saja dan belum pada musim migrasi burung.
Lima suku yang paling sering dijumpai di daerah ini, antara lain: Muscicapidae (Burung sikatan) sebanyak 24 jenis ,Timaliidae (Burung pengoceh) sebanyak 24 jenis, Pycnonotidae (Burung cucak) sebanyak 23 jenis, Nectariniidae (Burung madu dan Pijantung) sebanyak 18 jenis dan Accipitridae (Burunf Elang) sebanyak 17 jenis. Dan yang menarik adalah lima dari jenis dari suku Muscicapidae merupakan jenis migran, yaitu Sikatan kerongkongan – merah Ficedula parva, Sikatan emas Ficedula zanthopygia, Sikatan bubik Muscicapa dauurica, Sikatan burik Muscicapa griseisticta dan Sikatan sisi-gelap Muscicapa sibirica.
Survey (Meratus Expedition) yang dilaksanakan dalam dua tahap yaitu pada bulan Mei dan bulan Agustus, menjumpai 18 jenis burung migran pada expedisi pertama (bulan Mei), diantaranya Trinil ekor-kelabu Tringa brevipes, Kecici siberia Locustella ochotensis dan Elang-alap cina Accipiter soloensis dan pada expedisi kedua dijumpai sebanyak 11 jenis diantaranya Elang Tiram Pandion haliaetus, Elang Paria Milvus migrans dan Kecici lurik Locustella lanceolata, jumlah keseluruhan jenis burung migran yang dijumpai sebanyak 25 jenis.
Selain banyaknya jenis burung migran yang terlihat, 29 jenis burung (dari 316 jenis burung yang dijumpai) masuk dalam kategori IUCN dengan status Endangered (Betet-Kelapa Filipina Tanygnathus lucionensis, Bangau Storm Ciconia stormi), Vulnerable (Elang Wallace Spizaetus nanus, Sempidan Kalimantan Lophura bulweri, Pergam kelabu Ducula pickeringii, Julang dompet Aceros subruficollis, Cucak rawa Pycnonotus zeylanicus, Pelanduk Kalimantan Malacocincla perspicillata dan Tepus dada putih Stachyris grammiceps) dan 20 jenis dengan status Near-Threatened, disamping itu dua puluh sembilan jenis masuk dalam daftar CITES Appendix II.
Jenis burung yang ditemui juga banyak jenis yang dilindungi oleh perundangan Nasional (UU No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 tahun 1999). Dari 316 jenis, 72 jenis diantaranya merupakan jenis yang dilindungi, antara lain Alap-alap Dahi-Putih Microhierax latiforns, Paok Kepala-Biru Pitta baudii dan Enggang Klihingan Anorrhinus galeritus. Jenis burung Endemik Kalimantan, juga banyak ditemui, 25 jenis burung di jumpai pada dua kali survey, antara lain Luntur Whitehead Harpactes whiteheadi dan Buntut-Tumpul Kalimantan Urosphena whiteheadi.
Sangat disayangkan bahwa keberadaan burung-burung di kawasan ini berada di bawah ancaman sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Mengapa? Daerah-daerah tempat habitat burung yang menyukai tutupan hutan lebat dan sering beraktivitas di lantai hutan kini mulai hilang dikarenakan konversi lahan, fragmentasi dan alterasi habitat akibat dari kebijakan yang tidak pro lingkungan dan lemahnya penegakan hukum. Pemberian ijin konsesi perkebunan skala besar, penambangan dan HPH semakin meningkat di daerah ini. Bahkan, lokasi konsesi tidak jarang berada dalam kawasan lindung dan kawasan (hak ulayat) masyarakat adat Dayak Meratus. Apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita hanya berdiam diri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar